Hujan menggigil menyelimuti tepi Sungai Yalu. Di bawah temaram cahaya lentera yang nyaris padam, Mei terlihat rapuh. Mantel wolnya basah, seperti air mata yang tak pernah berhenti mengalir. Bayangan tubuhnya memanjang, patah oleh riak sungai yang bergelombang, mencerminkan jiwanya yang remuk.
Lima tahun. Lima tahun sejak malam itu. Malam pengkhianatan.
Dia melihatnya, sosok itu, berdiri di seberang sungai. Li Wei. Wajahnya tampak sama, tampan dengan garis rahang yang tegas. Tapi mata itu… mata itu menyimpan badai yang Mei tak sanggup baca lagi.
"Mei…" bisiknya, suaranya nyaris tenggelam dalam desau angin.
Mei hanya menatap. Dulu, nama itu adalah melodi terindah di telinganya. Sekarang, hanya serpihan kaca yang menusuk jantung.
"Aku merindukanmu," lanjut Li Wei, suaranya penuh penyesalan.
Mei tertawa getir. "Rindu? Setelah kau menikahi Lin Yue? Setelah kau mengkhianatiku di altar pernikahan kita sendiri?"
Bayangan masa lalu menari-nari di pelupuk matanya. Senyum Li Wei, ciuman Li Wei, janji Li Wei. Semuanya terasa seperti racun yang manis.
"Aku… terpaksa."
"Terpaksa?" Mei mendesis. "Kau memilih keluarga, Li Wei. Kau memilih kekayaan. Kau memilih dia."
Hujan semakin deras. Air mata Mei bercampur dengan air hujan, menyamarkan pedih yang tak terperi.
Li Wei melangkah maju, mencoba menyeberangi sungai yang arusnya semakin kuat. "Mei, percayalah. Ada hal yang tidak kau ketahui…"
Mei mengangkat tangannya, menghentikannya. "Jangan mendekat. Jangan pernah mendekat lagi."
Cahaya lentera semakin redup. Mei tersenyum. Senyum yang dingin, senyum yang BERBAHAYA.
"Kau benar, Li Wei. Ada hal yang tidak aku ketahui… DULU. Tapi sekarang, aku tahu segalanya."
Ia mendekat ke tepi sungai, berbisik agar hanya Li Wei yang mendengar. "Kau tahu kenapa Ayahmu bangkrut dan semua aset keluarga Li disita lima tahun lalu? Itu karena..."
Hatinya sudah lama mati. Kini, yang tersisa hanyalah dendam. Dan rencana itu… sudah berjalan sempurna selama lima tahun terakhir.
You Might Also Like: 0895403292432 Beli Skincare Terbaik
Post a Comment