Rahasia yang Ditanam di Bawah Pohon Sakura
Kabut tipis merayapi lembah Gunung Songshan, menyelimuti kuil kuno dengan misteri yang sama pekatnya dengan teh pahit di cangkir porselen. Sepuluh tahun berlalu sejak Li Wei, pewaris tunggal keluarga terhormat Zhao, dinyatakan hilang – presumed meninggal. Desas-desus tentang pengkhianatan dan pembunuhan beredar seperti hantu, tak pernah sepenuhnya terbukti, tak pernah sepenuhnya dilupakan.
Namun malam ini, di bawah rembulan pucat yang mengintip di antara ranting sakura yang tengah mekar, sosok itu kembali. Bukan sebagai hantu, melainkan Li Wei, yang kini memancarkan aura berbeda. Wajahnya yang dulu polos kini dihiasi guratan pahit, matanya menyimpan rahasia sedalam sumur tanpa dasar.
Ia berdiri di depan Zhao Lin, adik sepupunya yang kini menjadi kepala keluarga Zhao. Lorong istana sepi, hanya diterangi obor yang menari-nari, menciptakan bayangan panjang yang menyeramkan. Zhao Lin, dengan jubah brokat emasnya, tampak terkejut namun juga tenang.
"Wei-ge," bisiknya, suaranya bergetar nyaris tak terdengar. "Kau… kembali?"
Li Wei tersenyum tipis. "Ya, Lin-di. Kembali untuk mengklaim apa yang menjadi hakku. Bukankah kau selama ini mengira aku sudah mati?"
"Aku… aku selalu berharap kau selamat," balas Zhao Lin, matanya berkilat ragu. "Keluarga Zhao merindukanmu."
"Merindukanku?" Li Wei tertawa pelan, suara yang lebih mirip desisan ular. "Atau merindukan hak waris yang ku tinggalkan? Mengakuinya, Lin-di, bahwa kau menikmati takhta ini terlalu lama."
"Wei-ge, jangan bicara seperti itu. Aku selalu menganggapmu seperti kakak sendiri!" Zhao Lin melangkah maju, mencoba meraih lengan Li Wei.
Li Wei menghindar dengan gerakan gesit. "Sentuhanmu menjijikkan. Kau pikir aku lupa malam itu, di bawah pohon sakura? Kau yang mengatur semuanya, bukan? Kau yang membayar para bandit untuk 'menculikku'!"
Suasana terasa semakin tegang. Kata-kata Li Wei bak anak panah beracun, menembus pertahanan Zhao Lin.
"Itu… fitnah!" Zhao Lin berseru, meskipun keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
Li Wei mendekat, wajahnya hanya berjarak beberapa inci dari Zhao Lin. "Fitnah? Atau kebenaran yang terlalu pahit untuk kau telan? Aku tahu segalanya, Lin-di. Aku melihatmu, malam itu, saat kau bertemu dengan pemimpin bandit."
"Kau… tidak mungkin!"
"Oh, aku mungkin. Karena selama ini, akulah yang mengendalikan permainan ini. Selama ini, kau menari mengikuti iramaku, Lin-di. Mengira aku adalah pion yang bisa kau singkirkan. Tapi ternyata, kaulah pionnya. Dan sekarang, permainan kita berakhir."
Tawa lirih Li Wei bergema di lorong istana yang sunyi. Lalu, dengan gerakan cepat, ia mencabut tusuk konde perak dari rambutnya. Tusuk konde itu bersinar mematikan di bawah cahaya obor.
Zhao Lin menatapnya dengan ngeri, menyadari bahwa selama ini, ia telah memainkan peran yang salah. Dialah yang menjadi korban. Dialah yang dijebak. Seluruh hidupnya adalah kebohongan yang dirancang dengan cermat.
"Bagaimana…?" bisiknya, sebelum akhirnya kegelapan merenggutnya.
Li Wei menatap jasad Zhao Lin yang tergeletak di lantai. Angin malam bertiup, menggugurkan kelopak sakura yang berjatuhan seperti air mata. Lalu, ia berbisik, suaranya dingin seperti es: "Keluarga Zhao tidak tahu bahwa pohon sakura yang indah ini, selama ini tumbuh subur di atas tanah yang disirami pengkhianatan dan darah."
You Might Also Like: 108 Cara Skincare Herbal Alami Lokal
Post a Comment